Kemampuan Reproduksi Burung Unta yang Frekuentif Dukung Ternaknya - Shyna

Baca sekarang juga!

Saturday, June 16, 2018

Kemampuan Reproduksi Burung Unta yang Frekuentif Dukung Ternaknya

Bahan campuran pakan yang utama adalah jagung sekitar 1,5 kg/ekor/hari dari total pakan 2 kg/ekor/hari. Pakan diberikan 2 kali sehari, pagi dan sore masing-masing 1 kg. Pakan ini digunakan

secara efisien oleh burung unta karena ia memiliki kemampuan mengubah pakan menjadi daging satu berbanding dua (jika dibanding dengan sapi satu berbanding lima). Air harus tersedia terus-menerus. Jumlah pakan sengaja dibatasi karena kelebihan dapat mengakibatkan burung kegemukan sehingga gairah kawinnya menurun, lebih fatal lagi menjadi mandul.



Mampu kawin 27 kali sehari

Komposisi pakan yang tepat dapat menjamin vitalitas burung unta jantan dewasa untuk kawin sebanyak 27 kali sehari. Bila tiap jantan berjodoh dengan 3 betina berarti setiap betina akan mendapat giliran sembilan kali sehari. Namun jika si jantan hanya berjodoh dengan satu betina, maka si betina ini harus siap mengimbangi sampai 27 kali sehari. Musim kawin ini tidak berlangsung sepanj ang tahun hanya antara bulan April—September. Umur burung dewasa sekitar 2,5-3 tahun, seperti umur burung unta yang telah diim por. Umur maksimal rata-rata burung ini mirip usia manusia Indonesia mencapai 60 tahun.

Burung betina dapat berpro duksi dari umur 3-40 tahun, setelah itu produktivitasnya menurun. Musim bertelur ini mirip dengan musim kawin sekitar Mei—Oktober. Tiap betina mampu menghasilkan telur yang berat tiap butirnya 1,6-1,8 kg sekitar 30-80 butir telur/tahun, atau rata-rata 50 butir. Sekitar 50-60% dari jumlah tersebut akan menetas dengan perbandingan jantan dan betinanya relatif sama.

Petugas kandang dengan telaten menguntit ke mana pun perginya si betina yang akan bertelur. Alasannya bukan takut telur jatuh dari ketinggian sekitar satu meter dan pecah, tapi takut keduluan dipatuk oleh burung jantan. Jadi burung betina tersebut diawasi secara terus-menerus oleh petugas yang akan segera memungut begitu telur menyentuh tanah.

Telur yang diproduksi di PT Royal Timor Ostrindo segera dikirim ke PT Royal Ostrindo di Gunung Sindur, Jawa Barat, untuk ditetaskan. Penetasan telur dengan mesin tetas membutuhkan waktu selama 42 hari dengan temperatur 36-36,5°C. Penetasan secara alami oleh induknya memakan waktu 52 hari. Untuk mengerami telurnya burung betina bekerjasama dengan burung jantan, siang hari telur akan dierami oleh betina dan malam hari giliran jantan.

Pertumbuhan burung sangat cepat pada 9 bulan pertama. Begitu menetas beratnya 1-1,5 kg dan ketika mencapai umur 9 bulan sudah 90 kg. Berikutnya pertambahan berat badan berlangsung pelan sampai 130 kg pada umur 2,5 tahun dan selanjutnya relatif konstan. Biasanya burung umur 9 bulanlah yang dij adikan penghasil daging dengan harga rata-rata US$ 20 tiap kilonya, tapi ada bagian-bagian tertentu yang harganya mencapai US$ 60. Tiap ekor burung unta menghasilkan 30-60 kg daging. Warna dagingnya merah dengan kadar kalori, protein, lemak, dan kolesterol rendah. Karakteristik daging ini sangat disukai masyarakat Australia, negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan negara maju di Asia. Permintaan akan daging berserat kasar tetapi empuk ini meningkat tajam saat diketahui sapi di Inggris terjangkit penyakit mad cow.

Berkembang menjadi industri

Pada akhirnya peternakan PT Royal Timor Ostrindo akan berkembang menjadi sebuah industri peternakan yang terpadu. Langkah awalnya, pihak perusahaan akan menyediakan mesin tetas. Bila jumlah burung sudah berkem bang cukup banyak, perusa haan yang baru aktif beroperasi sejak April lalu itu juga akan membangun industri pakan untuk menjamin kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produksinya.

Untuk memproduksi

daging tentu dibutuhkan rumah potong khusus burung unta. Limbah rumah potong akan menghasilkan kulit dan bulu. Kedua bahan produk sam pingan ini tentunya diperlukan industri penyamakan kulit dan pengolahan bulu. Kulit burung unta memiliki ciri khas berupa lubang-lubang kecil bekas tempat tumbuhnya bulu dan teksturnya sangat halus. Tiap ekor akan menghasilkan kulit sekitai satu meter persegi dengan harga US$ 60 sebelum diolah.

Lebih jauh akan berkembang pola PIR setelah masyarakat mampu menguasai penanganan burung ini secara baik. Menurut Ir. Iing, pola PIR mungkin nanti akan dikembangkan di Sumba. Sebelumnya peternak Sumba yang akan mengikuti pola ini akan dilatih terlebih dahulu di sini selama sekitar 6-12 bulan. Kelihatannya pola PIR ini memang sesuai dikembangkan untuk daerah NTT yang memiliki latar belakang peternakan; hanya perlu mengalihkan peternak tersebut dari peternakan sapi ekstensif ke peternakan burung unta intensif.

Setelah sepasang burung unta tersebut menari, si betina tampak `jual mahal' dengan cara berjalan menjauh dari burung unta jantan karena merasa dirinya dikagumi. Si jantan kemudian lari mcngejar, menjauhkan si betina dari kelompoknya. Begitu burung unta jantan mendckati si betina, keduanya memperlambat langkahnya . Si jantan lalu merebahkan dirinya ke tanah diiringi dengan kibasan sayapnya yang indah, disusul gerakan melenggak lenggokkan kepalanya dengan cepat. Menanggapi reaksi burung unta jantan, si betina bergerak mengelilingi si jantan dengan merundukkan badan dan melipat sayapnya yang kokoh. Burung unta jantan tanpa mengeluarkan suara sedikitpun tampak mengamati tingkah si betina. Tak lama berselang burung unta betina pun segera merebahkan dirinya ke tanah sambil mengibas kibaskan sayapnya. Si jantan lalu naik ke atas tubuh si betina. Dan terjadilah perkawinan.

No comments:

Post a Comment