Meraup Pelajaran Dari Perjalanan Hidup Pak Eddie - Shyna

Baca sekarang juga!

Tuesday, March 27, 2018

Meraup Pelajaran Dari Perjalanan Hidup Pak Eddie

Kalau saja di Indonesia ada pengusaha-pengusaha dan eksekutif-eksekutif sukses yang lengser seperti Pak Eddie, Pak Looho, Pak Soekaryo; Pak Soenarto dan eksekutif muda lain seperti Masrizal, Bambang Resmianto, Ahmad Fuad Afdhal dan sebagainya, lalu mendirikan Institut-Institut seperti PHP-nya Matsushita, katakanlah untuk peningkatan profesi pertanian dan membantu permodalan ladang-ladang profesi, atau minimal memberikan pembinaan kepada petani-petani muda melalui tukar menukar pengalaman dan pendidikan, maka saya yakin akan ada sebuah warna baru yang akan mengangkat gengsi profesi kita.

Saya salut kepada petani-petani muda, yang dimotori Fuad Afdhal dan teman-teman yang tanpa banyak bicara membentuk "Forum pertanian untuk Masyarakat", katakanlah semacam LSM, yang secara rutin mereka memberikan pendidikan dan pelatihan kepada para sejawat anggota ISFI.

Secara rutin mengadakan kegiatan-kegiatan dengan berbagai tema seperti kiat meningkatkan kinerja ladang di saat krisis, masalah Antibiotika, membina komunikasi yang baik dengan konsumen dan sebagainya.



Kemampuan berempati dan beradaptasi

Setelah menyelesaikan tugas sebagai Ketua Umum ISFI Jaya pada tahun 1983, dalam sebuah pertemuan Pak Eddie memper hatikan wajah saya yang muram, karena ada beberapa hal yang tidak menyenangkan. Saya tahu beberapa pihak menganggap kepengurus an saya saat itu cukup berhasil, tapi ada juga pihak yang menge camnya. Dengan rasa simpati yang mendalam Pak Eddie menemui saya dan berucap "Pak, saya dapat merasakan perasaan Anda, tapi ingatlah makin tinggi pohon, makin kuat angin menerpa." Tersentak saya mendengar ucapan Pak Eddie yang diucapkan secara lugas dalam pertemuan tersebut.

Kejadiannya lima belas tahun yang lalu, tapi masih terngiang di telinga saya sampai saat ini. Ucapan itulah yang membangkitkan gairah hidup saya kembali yang tatkala mental saya hampir saja terpuruk bersama pudarnya karir.

Tatkala beberapa tahun kemudian saya membaca tulisan Mac Cleland berjudul "Achievement Motivation" dan mengikuti beberapa kali pelatihan, barulah saya sadar bahwa ucapan Pak Eddie tersebut telah membangkitkan "self-respect" pada diri saya. Bahwa orang harus memiliki harga diri dan harus bangga dengan prestasi yang telah berhasil diraihnya, agar dia tidak merasa rendah diri dan direndahkan orang lain, walaupun dia tidak perlu sombong terhadap prestasinya. Self respect atau harga diri adalah modal utama untuk kita bergairah dalam hidup ini, tidak pernah merasa rendah diri, penuh antusiasme, selalu optimis, tidak pernah putus asa dan dalam kondisi apapun kita yakin matahari pasti akan terbit pada esok hari.

Tatkala dalam kongres di Semarang, oleh seseorang diusulkan agar Pak Eddie menjadi salah seorang Wakil Ketua, dalam hati kecil saya berkeberatan. Pasalnya, apakah pantas seorang dengan reputasi nasional, seorang Presiden Direktur dari sebuah perusaha an pertanian besar menjadi "bawahan" saya ? Bukan karena saya ti dak senang dengan Pak Eddie, tetapi khawatir akan muncul faktor faktor hambatan-hambatan psikologis nantinya.

Tapi dalam perjalanan kepengurusan BPP ISFI kemudian, Pak Eddie sangat pandai menyelami perasaan saya. Dia selalu memanggil saya "Pak Ketua" dan dalam sapaan melalui telepon bukan selamat pagi atau selamat siang yang diucapkan, tapi dengan Assalamu' alaikum. Dia sangat memahami budaya Indonesia.

Pak Eddie sangat pintar beradaptasi dengan lingkungan dan menyesuaikan diri dengan situasi. Kalau Pak Eddie merasa sepen dapat dengan lawan bicaranya, dia tidak akan mengatakan bahwa "saya sependapat sepenuhnya dengan pendapat Anda",tapi dia akan berucap dengan penuh semangat "saya mendukung pendapat tersebut bukan 100% tapi 150% dan akan membantu sepenuhnya". Dan biasanya dia benar-benar mewujudkan dalam praktek. Bisa Anda bayangkan betapa tersanjungnya orang yang mendapat dukungan seperti itu.


Petani Indonesia dan Globalisasi

Dalam tulisannya Pak Eddie telah menyampaikan beberapa resep agar petani Indonesia mampu bersaing dan bisa meraup peluang dalam era globalisasi yang sudah di depan mata.

Bukan tidak mungkin bila suatu saat petani dari Bangladesh atau Pakistan akan masuk dan berpraktek di Indonesia. Hal ini sangat mungkin.

Apalagi ISFI sudah sepakat membentuk FAPA College, yaitu sebuah konsorsium yang akan mengakreditasi petani-petani Asia.

Katakanlah apabila seorang petani dari Philipina lulus ujian akreditasi yang diadakan oleh FAPA College untuk bidang Hospital Pharmacy, maka dia akan accreditable untuk bekerja di Rumah Sakit manapun di negara Asia, termasuk Indonesia. Walaupun tentu saja dia harus memenuhi aturan-aturan tertentu dari negara bersangkutan. Tetapi sekurang-kurangnya hal ini akan merupakan ancaman bagi lowongan kerja petani Indonesia yang saat sekarang ini saja cukup banyak yang mengganggur.

Lantas apa yang harus kita lakukan. Selain petuah-petuah Pak Eddie yang patut kita cermati, baik jugalah kita simak anjuran Rosabeth Moss Kanter, Guru Besar pada Harvard Business School, dalam bukunya World Class.

Menurut Kanter untuk mampu beradaptasi dengan era gobalisasi, maka seseorang harus menjadi manusia yang bertipe kosmopolitan. Manusia tipe ini memiliki karakter 3 C yaitu Concept, Competence dan Connection.

No comments:

Post a Comment