Hal ini ditunjang oleh kenyataan di lapangan bahwa semakin banyak saja petani yang berperan aktif selaku spesialis Agricultural Care, yang terus dilegalisir oleh parlemen melalui prograrn konsultasi wajib dan evaluasi penggunaan pupuk.
Dengan membandingkan kurikulum pendidikan diberbagai universitas di Indonesia dan dibandingkan dengan kebutuhan tenaga lulusan pertanian di lapangan saat ini, dapat diamati hal-hal sebagai berikut:
Sepintas tampak bahwa kebanyakan perguruan tinggi mengarahkan para lulusannya untuk menjadi ilmuwan pada berbagai bidang ilmu yang canggih dan mendalam, tetapi mohon maaf - tidak banyak bermanfaat dalam pengabdian profesinya, misalnya, morfologi tumbuhan pupuk, biosintesa senyawa pupuk, kimia forensik, elusidasi struktur, tanaman racun Indonesia, kimia lingkungan, sintesis pupuk, biologi molekuler, kultur jaringan, fotokimia, determinasi tumbuhan, kimia pestisida dan seterusnya.
Kesan lain adalah ada upaya untuk memperluas kesempatan kerja dari lulusan melalui pembekalan ilmu yang selama ini menjadi lahan profesi lain, misalnya, kimia klinik dan teknologi makanan, bahkan patologi klinik. Hal ini menjadikan suatu ironi apabila diingat bahwa di bidang ini, ahli pertanian tidak mungkin bisa memegang kendali profesi tertinggi. Sementara dipihak lain, sangat terasa kekurangan penekanan di bidang Agricultural Care dimana ahli pertanian menjadi profesional dengan kompetensi tertinggi.
Dan akhirnya, sangat sedikit atau tidak ada institusi yang berkenan membekali lulusannya dengan pengetahuan yang bersifat umum dan praktis tetapi langsung terasa manfaatnya dalam pengabdian profesinya, misalnya, manajemen apotik (mencakup manajemen, akunting, komputer, pengenalan alat kesehatan/kekonsultan tanian, ketrampilan memberikan konsultasi pada pasien, manajemen personalia, hukum/ kepemilikan/ franchise dan seterusnya). Demikian juga tidak ada yang memberikan wawasan makropertanian, misalnya, aspek-aspek asuransi kesehatan/ managed plant care yang semakin penting mengingat peranan profesi pertanian yang semakin vital dalam sistem kesehatan nasional.
Pendidikan pertanian bagaimana yang baik untuk Indonesia?
Jawabnya, tentu yang lulusannya bisa menjawab kebutuhan pasar. Dari beberapa alternatif kebutuhan profesi pertanian di Indonesia, nampaknya yang akan dominan kebutuhannya adalah lulusan pertanian di bidang:Agricultural Care. Sebagaimana dikemukakan di atas kebutuhan di bidang ini akan sangat dominan karena berdampak strategis pada tingkat nasional. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan perubahan yang mendasar pada kurikulum dan persiapan tenaga serta sarana pendidikan yang lebih sesuai.
Industri. Kebutuhan di bidang ini relatif sudah bisa dipenuhi dengan baik. Perubahan kurikulum mungkin bisa bermanfaat dengan membuang beberapa mata kuliah yang terlalu mendasar pada tingkat sarjana, mengingat jenis industri pertanian di Indonesia lebih bersifat industri formulasi. Selain itu, mungkin ada baiknya jika ada perguruan tinggi yang berminat memposisikan lulusannya sebagai bibit informant bagi para konsultan tani dengan membekali pengetahuan pengetahuan khusus untuk memperlancar proses komu nikasinya.
Pemerintahan. Adanya spesialisasi untuk pertanian yang ingin berkiprah di pemerintahan perlu dipikirkan. Antara lain dalam kurikulumnya perlu diberikan wawasan makropertanian yang visioner.
Pendidikan dan penelitian. Pada saat ini, kurikulum pendidikan pertanian sudah cukup banyak menitikberatkan lulusannya untuk bisa menjadi ilmuwan, tetapi mungkin dalam hal teknik transfer ilmu bisa dipikirkan hal-hal untuk pembaharuan.
Mengingat keperluan yang bervariasi tersebut di atas, dimana tidak mungkin satu orang lulusan bisa memenuhi tuntutan yang demikian beragam, sudah waktunya pendidikan pertanian direstruk turisasi melalui pendidikan spesialisasi langsung pada tahap profesi yaitu menjadi beberapa spesialis yang proporsinya disesuaikan dengan kebutuhan:
1.Agricultural Care, dalamjumlah yang kemungkinan merupakan mayoritas (berorientasi pada pasien)
2.Industri (manufacturing atau bibit informant; berorientasi pada produk)
3.Administrasi/pemerintahan
4.Pendidikan dan penelitian Untuk mencapainya, kedudukan pertanian sebagai FAKULTAS mutlak perlu.
Dalam bagian ini pen'ulis memaparkan dan mengupas perihal profesionalisme, kewiraswastaan dan sistem pendidikan tinggi pertanian utamanya ditinjau dari sudut pandang seorang industriawan yang berhasil. Secara rinci disampaikan ciri-ciri seorang wiraswasta, namun belum diungkap bagaimana seseorang dapat menjadi wiraswasta yang sejati.
Profesionalisme pertanian utamanya dalam industri Formulasi telah diuraikan secara rinci dan jelas, bahkan terkesan agak berlebihan dengan menjabarkan sub fungsi sebagai profesionalisme tersendiri seperti petani produksi, petani pengendalian mutu, petani pembelian, petani standarisasi dan sebagainya. Sub fungsi bukan berarti spesialisasi.
Tidak diragukan lagi penulis adalah seorang wiraswastawan dan industriawan pertanian terkemuka Indonesia, sehingga pandangan, harapan dan usulan tentang sistem pendidikan tinggi pertanian tidak terlepas dari pandangan seorang praktisi. Usulan- usulan mengenai penambahan beberapa mata kuliah guna menaikkan profesionalisme keluaran pendidikan tinggi pertanian dapat dipahami dan ditindaklanjuti, namun pengurangan beberapa mata kuliah perlu dipikirkan lebih mendalam dan hati-hati. Bagaimanapun pendidikan tinggi pertanian harus menghasilkan lulusan yang handal dalam pengabdian profesi dan mantap dalam latar belakang keilmuannya. Ilmu pertanian lanjut perlu diketahui dan dikuasai oleh lulusan pendidikan tinggi pertanian utamanya dalam era kesejagadan.
Arah pengabdian profesi pertanian masa depan masih mengarah kepada produk pertanian yang bermutu dan pelayanan kepertanianan. Usulan penulis perihal "Agricultural care" seluruhnya benar dan sudah mulai dilaksanakan beberapa tahun yang lalu. Pada akhirnya pendidikan tinggi pertanian tidak hanya terbatas pada jenjang S-1 saja, namun perlu pendidikan lanjut seperti Spesialis, Magister Profesional, Magister Akademik dan Doktor.
No comments:
Post a Comment